Rabu, 02 Desember 2015

ISDB



KERAGAMAN BUDAYA

Keragaman selalu menjadi hal utama yang dimiliki oleh setiap orang. Di dalam lingkup bidang kesehatan, ini terjadi antara perawat dan klien. Dalam hal ini perawat harus memiliki wawasan atau pandangan juga interpretasi penyakit yang dialami oleh klien, selain penyakit kesehatanpun juga perlu diperhatikan oleh perawat.
Dalam kultur dan etnik yang berbeda antara perawat dan klien, hal ini memungkinkan timbulnya komunikasi transkultural. Disebut demikian karena setiap individu berusaha memahami orang lain. Keperawatan transkultural dapat memudahkan perawat untuk mengembangkan kemampuannya dalam memberikan pelayanan yang sensitif secara budaya (Potter dan Perry 2005:453).
Imigrasi dan demografi, imigaran sendiri memiliki pengertian seorang yang melakukan perpindahan dan menetap seterusnya. Sedangkan demografi merupakan suatu dinamika penduduk yang didasarkan pendidikan, kewarganegaraan, agama, dan etnisitas. Karena kedua hal tersebut banyak bidang kesehatan kritis dalam memeberikan pelayanan kepada klien (Potter dan Perry, 2005:453).
Heritage Consistency, ini adalah teori yang dikembangkan oleh Estes dan Zitzow (1980), teori ini menggambarkan bahwa semua gaya hidup sudah termasuk cermin kultural. Dalam metode ini budaya, etnisitas, dan religi berperan penting. Budaya merupakan suatu tindakan, pikiran, yang dilakukan dalam kesadaran maupun tidak sadar, dan berdasarkan budaya (Spector, 1991, dalam Perry dan Potter, 2005:456). Intinya adalah sebagai sistem metakomunikasi, tidak hanya berupa bahasa lisan namun juga dalam segala hal (Matsumoto, 1988, dalam Perry dan Potter, 2005:456). Selanjutnya etnisitas, etnisitas ini sulit untuk didefinisikan, namun mengandung unsur identitas diri (Thernstrom, 1980, dalam Potter dan Perry, 2005:456). Terakhir adalah religi, suatu keyakinan yang bersifat ketuhanan dan bukanlah suatu kemampuan yang bisa dilakukan oleh manusia (Abramson, 1980, dalam Potter dan Perry, 2005:456). Ketiga hal tersebut termasuk mewakili konsistensi warisan budaya (Potter dan Perry, 2005:456).
Fenomena budaya, memiliki fenomena kontrol lingkungan, variasi biologis, organisasi sosial, komunikasi, ruang dan waktu.  Pertama, kontrol lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap asuhan keperawatan. Hal ini guna merencanakan kegiatan yang mengontrol faktor lingkungan. Kedua, variasi biologis adalah perbedaan secara biologis (fisik maupun genetik). Ketiga, organisasi sosial merupakan wadah dimana setiap inividu  memainkan peran pentingnya dalam mengembangkan identitas kultural mereka. Keempat adalah komunikasi, di sini komunikasi sangatlah penting bagi tenaga kesehatan dalam menghadapi klien. Komunikasi yang jelas juga efektiflah yang bisa mendukung asuhan keperawatan. Namun jika dalam hal komunikasi ini terjadi ketidak berhasilan, maka akan terjadi penundaan diagnosis juga mendapatkan hasil yang tragis. Seperti halnya para tenaga medis yang kehilangan media interaksi dengan klien, akan membuat mereka frustasi dan kefektifannya tidak terjaga lagi. Akibat dari hal tersebut juga dapat menyebabkan kondisi pasien mengalami syok-kultural sehingga klien menjauh dari tenaga kesehatan yang memberikan layanan kesehatan. Jadi, intinya tenaga medis maupun perawat harus belajar tentang bahasa klien guna menjalin komunikasi yang efektif dan baik. Kelima adalah ruang, ruang personal merupakan perilaku individu yang di tujukan untuk sekitarnya. Di sini perawat harus sensitif terhadap klien. Misalnya, seorang perawat berusaha menciptakan suatu tindakan yang membuat klien nyaman, akan tetapi klien beranggapan sebaliknya, klien beranggapan tindakan tersebut mengancam dirinya. Terakhir adalah waktu, orientasi waktu merupakan salah satu dimana suatu saat perawat membuat jadwal asuhan keperawatan terhadap pasien. Jika, dalam orientasi ini mengalami kegagalan, ini akan berakibat buruk terhadap kondisi klien (Potter dan Perry, 2005:456-461).
Keyakinan tradisional tentang kesehatan dan penyakit, kali ini perawat harus pandai-pandai dalam hal mengkaji dan berkomunikasi guna mengklarifikasi keyakinan klien akan penyakit yang dialaminya. Keyakinan tradisional merupakan salah satu keyakinan yang selalu dipakai oleh klien. Keyakinan klien yang seperti ini dapat berbeda dari epidemiologi orang Barat. Dari keduanya salah satu perbedaan yang menonjol adalah asumsi penyebab penyakit pada klien. Epidemiologi orang Barat menyatakan penyebab penyakit disebabkan karena stress, virus, bakteri, dan gejala biologis lainnya. Sedangkan keyakinan tradisional ini menyatakan penyebab suatu penyakit adalah karena jiwa, ruh, mantra, dan guna-guna. Yoder, 19972 (dalam Potter dan Perry, 2005:461) menyatakan ada 2 keragaman pengobatan tradisional yang ada dalam masyarakat, yang pertama adalah pengobatan rakyat alamiah dengan menggunakan obat herbal, substansi hewan , dan racikan-racikan tumbuhan yang bisa digunakan untuk obat. Kedua adalah pengobatan rakyat magisoreligius, pengobatan ini bertumpu pada kata-kata suci dan juga tindakan suci guna proses penyembuhan penyakit yang diderita klien. Pengobatan tradisional magisoreligius memiliki keragaman cara, antara lain adalah penggunaan benda pelindung (seperti jimat, batu akik, bahkan daun semanggi), penggunaan makanan, praktik religius (melakukan suatu ritual atau pemujaan ruh, membakar lilin, membakar dupa, dan sembahyang), ramuan tradisional (meracik ramuan yang berasal dari akar-akaran, bunga, daun, hingga tumbuh-tumbuhan yang tergolong herbal), penyembuh (dukun) dalam tradisional melakukan penyembuhan adalah untuk pemulihan kesehatan jasmani dan rohani atau bahkan pemulihan kesehatan holistik, sampai-sampai dukun dikatakan sebagai orang yang mendapatkan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut Kaptchuk dan Crouncher, 1987 (dalam Potter dan Perry, 2005:463) menyatakan seorang klien yang memiliki warisan budaya, selalu mengkonsultasikan kondisinya terlebih dahulu kepada seorang dukun tradisional, daripada pemberi layanan kesehatan modern. Dari hal tersebut dapat ditinjau bahwa diantara dukun tradisional dan tenaga kesehatan memiliki perbedaan yang sangat kontras. Intinya hal tersebut menjadikan dukun tradisional sebagai bagian dari kultur masyarakat (Potter dan Perry, 2005:461-463).
Aspek budaya tentang kesehatan dan penyakit, dalam aspek ini perawat di haruskan menyadari  dan membiasakan diri untuk memahami karakteristik yang dimiliki klien di berbagai Negara. Orang Amerika-Asia meyakini bahwa penyebab adanya suatu penyakit karena ketidak seimbangnya yin dan yang. Maka untuk pencegahannya dengan mempertahankan kondisi tubuh yang baik, melakukan olahraga yang teratur, minum beberapa ramuan. Orang Amerika asal kulit hitam atau Afrika, memandang suatu penyakit terjadi akibat ketidakharmonisan antara manusia dan alam sekitar. Untuk metode penyembuhannya adalah praktik hal-hal yang berbau mistik. Indian Amerika, beranggapan bahwa tubuh terdiri dari plus dan minus, jadi kesehatan merupakan keseimbangan dan keharmonisan antara satu dengan yang lainnya. Sedangkan penyakit merupakan ketidakseimbangan dari tubuh, jiwa dan pikiran. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemeliharaan keharmonisan jiwa, pikiran, dan seluruh tubuh dan lebih berhati-hati dengan faktor yang memungkinkan bisa merusak keharmonisan. Orang Amerika dari Hispanik, umumnya kesehatan sering dianggap suatu keberuntungan yang diberikan oleh Tuhan. Orang Amerika-Eropa, disini kesehatan merupakan suatu kondisi dimana seorang klien dapat melakukan aktivitas di kehidupannya, sedangkan penyakit merupakan kondisi ketidakmampuan seorang klien dalam melakukan aktivitas di kesehariannya (Potter dan Perry, 2005:464-469).
Faktor kultural dan proses keperawatan, ketika seorang perawat memberikan asuhan keperawatan pada klien, perawat harus waspada dan sensitif akan budayanya sendiri dan memahami sosio-kultural yang klien miliki. Pertama perawat perlu mengkaji bagaimana budaya kultur sang klien. Pengkajian komunitas juga termasuk dimana seorang perawat memberikan pelayanan kesehatan secara sensitif dan berkompeten tinggi. Selanjutnya adalah perawat melakukan diagnosa keperawatan, hal ini dilakukan guna mengetahui penyebab penyakit yang di alami klien. Tahap berikutnya perawat melakukan perencanaan, tahap ini perawat mempertimbangkan adanya kultural karena ini bersangkutan dengan klien. Selanjutnya adalah implementasi, perawat mengetahui perawatan yang sesuai dengan klien. Terakhir adalah evaluasi, perawat melakukan evaluasi hasil dan asuhan keperawatan yang sudah di terapkan kepada klien, di sinilah proses evaluasi sangatlah penting guna membantu perawat agar lebih nyaman dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap klien yang budayanya berbeda dengan perawat (Potter dan Perry, 2005:469-472).


Senin, 16 November 2015

sejarah perawat

SEJARAH KEPERAWATAN DUNIA DAN INDONESIA

SEJARAH KEPERAWATAN DUNIA DAN INDONESIA

Mempelajari sejarah keperawatan akan memberikan kebanggaan tersendiri, karena bisa mengingatkan kita pada perawat di masa lalu yang telah bekerja keras, hingga akhirnya kita bisa merasakan hasilnya seperti sekarang ini. Sejarah keperawatan akan membuka mata kita tentang bagaimana perkembangan keperawatan, bagaimana tantangan yang dihadapi dan apa yang akan dicapai oleh keperawatan di masa datang. Mengetahui masa lalu dan memahami keperawatan terdahulu akan memberzikan suatu kesempatan untuk menggunakan pengalaman dan pelajaran yang dapat digunakan di masa kini dan masa depan.
   Lahirnya keperawatan dapat dikatakan bersamaan dengan penciptaan manusia, yaitu penciptaan Adam dan Hawa. Keperawatan lahir sebagai bentuk keinginan untuk menjaga seseorang tetap sehat dan memberikan rasa nyaman, pelayanan dan keamanan bagi orang yang sakit. Walaupun secara umum tujuan keperawatan relatif sama dari tahun ke tahun, praktik keperawatan dipengaruhi oleh perubahan kebutuhan masyarakat, sehingga keperawatan berkembang secara bertahap. Keperawatan yang kita ketahui saat ini tidak dapat dipisahkan dan sangat dipengaruhi oleh perkembangan struktur dan kemajuan peradapan manusia.
          Kepercayaan terhadap animisme, penyebaran agama besar di dunia serta kondisi sosial ekonomi masyarakat, seperti terjadinya perang, renaissanceserta gerakan revolusi Luther turut mewarnai perkembangan keperawatan di dunia. Pada awal sejarahnya, keperawatan dikenal sebagai bentuk pelayanan komunitas dan pembentukannya berkaitan erat dengan dorongan alami untuk melayani dan melindungi keluarga (Donahue, 1995). Umur keperawatan sama tuanya dengan kedokteran. Sepanjang sejarah, profesi keperawatan dan kedokteran saling bergantung satu sama lain. Selama era Hipokrates, kedokteran bekerja tanpa perawat dan selama abad pertengahan, keperawatan bekerja tanpa dukungan medis (Donahue, 1995; Deloughery, 1995). Menurut sejarah, laki-laki dan perempuan telah memegang peran perawat, masuknya perempuan dalam keperawatan dimulai sekitar 300 M (Shryock, 1959; Donahue, 1995). Pada abad keenam jumlah laki-laki yang memasuki dunia keperawatan semakin meningkat.
B.  KEPERAWATAN ZAMAN PURBA
          Menggambarkan keperawatan pada zaman primitive merupakan hal yang sulit, juga sulit untuk membedakan peran dokter dan perawat. Pada masa itu, perawatan dan penyembuhan penyakit diperoleh dari penyebaran dari mulut ke mulut. Peran wanita tradisional sebagai istri, ibu, anak perempuan dan saudara perempuan selalu mencakup perawatan dan pengasuhan anggota keluarga yang lainnya. Istilah perawat (nurse)  berasal dari perawatan yang diberikan ibu kepada bayinya yang tidak berdaya.
Pada zaman purba (primitive culture), manusia percaya bahwa apa yang ada di bumi mempunyai kekuatan mistik/spiritual yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Kepercayaan ini disebut animisme. Mereka meyakini bahwa sakitnya seseorang disebabkan oleh kekuatan alam atau pengaruh kekuatan gaib seperti batu-batu besar,  gunung-gunung  yang tinggi, pohon-pohon yang besar, sungai-sungai yang besar, dll. Pada saat itu peran perawat tidak berkembang, masyarakat pada masa itu lebih senang pergi ke dukun untuk mengobatkan anggota keluarganya yang sakit. Masyarakat menganggap bahwa dukun lebih mampu mencari, mengetahui dan mengatasi roh yang masuk ke tubuh orang yang sakit.
          Fenomena animisme terlihat pada sejarah Bangsa Mesir dan Cina. Pada masa itu bangsa Mesir menyembah Dewa Isis, Dewa yang diyakini bisa menyembuhkan penyakit. Masyarakat Cina menganggap penyakit disebabkan oleh syetan atau makhluk halus dan akan bertambah parah jika orang lain memegang orang yang sakit, akibatnya perawat tidak diperkenankan untuk merawat orang yang sakit.

C. ZAMAN PERADAPAN KUNO
Pada masa ini, keyakinan mengenai penyebab penyakit masih mirip dengan zaman primitif, yaitu didasarkan pada takhayul dan magis, sehingga penyembuhan membutuhkan penyembuhan magis. Pendeta atau dokter penyihir menikmati status dalam masyarakat kuno. Sejalan dengan perkembangan peradapan, teori praktis perawatan medis yang muncul sebagai penyebab penyakit non-medis mulai terobservasi. Catatan tertua mengenai praktik penyembuhan ada pada lembaran tanah liat berusia 4000 tahun yang dihubungkan dengan peradapan Sumeria. Lembaran ini berisi tentang resep obat, tetapi tidak dituliskan untuk mengatasi penyakit apa.
Lontar Eber merupakan temuan kebudayaan Mesir. Lontar ini tertanggal sekitar tahun 1550 SM, dan dipercayai sebagai teks medis tertua di dunia. Lontar ini berisi uraian tentang banyak penyakit yang diketahui saat ini dan mengidentifikasi gejala spesifik. lontar Eber juga berisi 700 zat yang digunakan untuk obat-obatan disertai cara penyiapan dan penggunaannya. Mumifikasi atau pembalseman juga muncul pada masa ini, mumifikasi berasal dari keyakinan bahwa ada kehidupan setelah kematian. Dibutuhkan ilmu dan pengetahuan untuk membuat larutan yang bisa digunakan untuk mengawetkan mayat. Hal ini menunjukkan bahwa pada masa itu sudah mengenal ilmu fisiologi, anatomi dan patofisiologi.
Bangsa Yahudi kuno menyumbangkan Mosaic Health Code. Kode ini dianggap sebagai legislasi sanitari pertama dan berisi catatan pertama mengenai syarat kesehatan masyarakat. Kode ini mencakup aspek individu, keluarga, dan kesehatan komunitas, termasuk di dalamnya membedakan antara yang bersih dengan tidak bersih.
Budaya Afrika kuno, fungsi pengasuhan yang dimiliki oleh perawat termasuk peran sebagai bidan, herbalis, ibu susu, dan pemberi perawatan untuk anak dan lansia (Dolan, Fitzpatrick, dan Herrmann, 1983). Budaya India kuno, sudah mengenal adanya perawat laki-laki yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a.  Pengetahuan mengenai cara mempersiapkan obat yang akan diberikan
b.  Pintar
c.  Mampu mencurahkan kasih sayang ke pasien
d.  Kemurnian pikiran dan tubuh
Adapun perawat wanita India bertindak sebagai bidan dan merawat anggota keluarga yang sakit. Peran perawat dalam budaya Cina kurang disebutkan, namun peran Cina kuno lebih banyak pada penemuan obat herbal, pemakaian akupunktur sebagai metode pengobatan, dan publikasi Nei Ching (canon of medicine), yang merinci empat langkah pemeriksaan: melihat, mendengar, bertanya dan merasakan.
          Sejarah Yunani dan Romawi kuno, perawatan orang sakit lebih maju dalam mitologi dan realitas. Dewa mitos Yunani yang dinggap sebagai  dewa penyembuh adalah Asklepios, istrinya Epigone adalah dewi penenang, Hygenia anak perempuan Asklepios adalah dewi kesehatan dan diyakini sebagai perwujudan perawat. Kuil yang dibangun untuk menghormati Asklepios menjadi pusat penyembuhan, pendeta kuil Asklepios memberikan penyembuhan melalui pengobatan natural dan supranatural (Donahue, 1996). Seorang dokter Yunani kuno, Hipocrates, mempercayai bahwa penyakit memiliki penyebab alami. Pernyataan Hipocrates ini sangat bertentangan dengan pendapat tabib pendeta di kuil yang mengatakan bahwa penyebab penyakit adalah magis dan mistik. Sedangkan kontribusi Romawi terhadap perawatan kesehatan adalah sanitasi umum, pengeringan rawa, dan pembangunan saluran air, tempat pemandian umum dan pribadi, sistem drainase, dan pemanasan sentral.

D. ZAMAN KEAGAMAAN
          Kemajuan peradapan manusia dimulai ketika manusia mengenal agama. Penyebaran agama sangat mempengaruhi perkembangan peradaban manusia sehingga berdampak positif terhadap perkembangan keperawatan. Pada permulaan Masehi, agama kristen mulai berkembang. Agama kristen cukup besar mempengaruhi profesi keperawatan. Salah satu catatan di awal sejarah digambarkan bahwa keperawatan merupakan bentuk  perintah dari Diakonia, suatu kelompok kerja seperti perawat kesehatan masyarakat atau yang mengunjungi orang sakit. Dalam awal kehidupan gereja, Diakonia dijalankan oleh perempuan yang ditunjuk oleh pimpinan gereja. Peran mereka adalah mengunjungi orang yang sedang sakit. Penunjukan dilakukan pada wanita yang memiliki status sosial yang tinggi. Pada masa ini, keperawatan mengalami kemajuan yang berarti seiring dengan kepesatan perkembangan agama kristen.
          Kemajuan terlihat jelas, pada masa pemerintahan Lord Constantine, ia mendirikan xenodhoecim  atau hospes dalam bahasa latin yaitu tempat penampungan orang yang membutuhkan pertolongan, terutama bagi orang-orang sakit yang memerlukan pertolongan dan perawatan. Kemajuan profesi keperawatan pada masa ini juga terlihat jelas dengan berdirinya Rumah sakit terkenal di Roma yang bernama Monastic Hospital. Rumah Sakit ini dilengkapi dengan fasilitas perawatan berupa bangsal perawatan, bangsal untuk orang cacat, miskin dan yatim piatu. Sejak abad pertengahan institusi yang bergerak dalam bidang sosial (1100 M sampai 1200 M) mulai bergerak merawat lansia, orang sakit dan orang miskin (Deloughery, 1995).
          Seperti di Eropa, pada pertengahan abad VI masehi, keperawatan juga berkembang di benua Asia. Tepatnya di Asia Barat Daya yaitu Timur Tengah seiring dengan perkembangan agama Islam. Pengaruh agama Islam terhadap perkembangan keperawatan tidak lepas dari keberhasilan Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan agama Islam. Kegiatan pelayanan keperawatan berkualiatas telah dimulai sejak seorang perawat muslim pertama yaitu Siti Rufaidah pada jaman Nabi Muhammad S.A.W, yang selalu berusaha memberikan pelayanan terbaiknya bagi yang membutuhkan tanpa membedakan apakah kliennya kaya atau miskin(Elly Nurahmah, 2001). Sementara sejarah perawat di Eropa dan Amerika mengenal Florence Nightingale sebagai pelopor keperawatan modern, Negara di timur tengah memberikan status ini kepada Rufaidah, seorang perawat muslim. Talenta perjuangan dan kepahlawanan Rufaidah secara verbal diteruskan turun temurun dari generasi ke generasi di perawat Islam khususnya di Arab Saudi dan diteruskan ke generasi modern perawat di Saudi dan Timur Tengah  (Miller Rosser, 2006)
          Prof. Dr. Omar Hasan Kasule, Sr, 1998 dalam studi Paper Presented at the 3rd International Nursing Conference "Empowerment and Health: An Agenda for Nurses in the 21st Century" yang diselenggarakan di Brunei Darussalam 1-4 Nopember 1998, menggambarkan Rufaidah adalah perawat profesional pertama dimasa sejarah islam. Dia tidak hanya melaksanakan peran perawat dalam aspek klinikal semata, namun juga melaksanakan peran komunitas dan memecahkan masalah sosial yang dapat mengakibatkan timbulnya berbagai macam penyakit. Saat kota Madinah berkembang, Rufaidah mengabdikan diri merawat kaum muslim yang sakit, dan membangun tenda di luar Masjid Nabawi saat damaiDan saat perang Badr, Uhud, Khandaq dan Perang Khaibar dia menjadi sukarelawan dan merawat korban yang terluka akibat perang. Dan mendirikan Rumah sakit lapangan sehingga terkenal saat perang dan Nabi Muhammad SAW sendiri memerintahkan korban yang terluka dirawat olehnya.
          Konstribusi Rufaidah tidak hanya merawat mereka yang terluka akibat perang. Namun juga terlibat dalam aktifitas sosial di komuniti. Dia memberikan perhatian kepada setiap muslim, miskin, anak yatim, atau penderita cacat mental. Dia merawat anak yatim dan memberikan bekal pendidikan. Rufaidah digambarkan memiliki kepribadian yang luhur dan empati sehingga memberikan pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasiennya dengan baik pula. Sentuhan sisi kemanusiaan adalah hal yang penting bagi perawat, sehingga perkembangan sisi tehnologi dan sisi kemanusiaan (human touch) mesti seimbang. Rufaidah juga digambarkan sebagai pemimpin dan pencetus Sekolah Keperawatan pertama di dunia Isalam, meskipun lokasinya tidak dapat dilaporkan (Jan, 1996), dia juga merupakan penyokong advokasi pencegahan penyakit (preventif care) dan menyebarkan pentingnya penyuluhan kesehatan (health education)
          Memasuki abad VII Masehi, agama Islam tersebar ke berbagai pelosok negara dari Afrika, Asia Tenggara sampai Asia Barat  dan Eropa (Turki dan Spanyol). Pada masa itu di jazirah Arab berkembang pesat ilmu pengetahuan seperti ilmu pasti, ilmu kimia, hygiene, dan obat-obatan. Prinsip-prinsip dasar perawatan kesehatan seperti menjaga kebersihan diri (personal hygiene), kebersihan makanan, air dan lingkungan berkembang pesat. Masa Late to Middle Ages (1000 – 1500 M), negara-negara Arab membangun RS dengan baik, dan mengenalkan perawatan orang sakit. Ada gambaran unik di RS yang tersebar dalam peradaban Islam dan banyak dianut RS modern saat ini hingga sekarang, yaitu pemisahan anatar ruang pasien laki-laki dan wanita, serta perawat wanita merawat pasien wanita dan perawat laki-laki, hanya merawat pasien laki-laki (Donahue, 1985, Al Osimy, 2004).

KEPERAWATAN ABAD PERTENGAHAN
          Permulaan abad XVI, struktur  dan orientasi masyarakat mengalami perubahan, dari orientasi kepada agama berubah menjadi orientasi kekuasaan, yaitu perang, eksplorasi kekayaan alam serta semangat kolonialisme. Akibat dari hal tersebut adalah banyak tempat ibadah (termasuk gereja) yang ditutup, padahal tempat ini dijadikan tempat untuk merawat orang sakit.
          Di satu sisi, kenyataan ini berdampak negatif. Penutupan tempat ibadah menyebabkan kekurangan tenaga perawat karena sebelumnya, tindakan perawatan dilakukan oleh kelompok agama. Untuk memenuhi kebutuhan perawat, bekas wanita jalanan (wanita tuna susila) atau wanita yang bertobat setelah melakukan kejahatan diterima sebagai perawat. Kejadian ini melatarbelakangi asumsi negatif terhadap perawat, masyarakat beranggapan bahwa wanita terhormat tidak bekerja di luar rumah. Akibat reputasi ini perawat diupah dengan gaji rendah dengan jam kerja lama pada kondisi kerja yang buruk (Taylor. C.,dkk, 1989)
          Di sisi yang lain, adanya perang seperti perang Salib berdampak positif terhadap perkembangan keperawatan. Untuk menolong korban perang dibutuhkan banyak tenaga sukarela yang dipekerjakan sebagai perawat. Mereka terdiri dari kelompok agama, wanita-wanita yang mengikuti suaminya ke medan perang turut merawat orang sakit jika diperlukan dan tentara (pria) yang bertugas rangkap sebagai perawat. Pengaruh perang salib terhadap keperawatan adalah mulainya dikenal istilah P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan), pada masa itu keberadaan perawat mulai dibutuhkan dalam ketentaraan dan timbul peluang kerja bagi perawat di bidang sosial. Setelah perang Salib, kota-kota besar mulai berdiri dan berkembang dengan menurunkan faktor feodalisme. Perkembangan populasi penduduk yang luas di kota-kota tersebut menyebabkan munculnya masalah kesehatan, yang secara otomatis akan membutuhkan peran tenaga kesehatan (termasuk di dalamnya perawat).
          Kurangnya pemeliharaan kesehatan dan sanitasi serta meningkatnya kemiskinan di daerah pedesaan mengakibatkan munculnya masalah kesehatan yang serius pada abad kelima belas sampai abad tuju belas. Faktor-faktor sosial, seperti hukum yang menekan orang miskin dan pajak terhadap jendela rumah, menyebabkan menurunnya ventilasi karena pemilik rumah menutup jendela guna menghindari membayar pajak. Hal tersebut melahirkan suatu kondisi kesehatan yang memerlukan respon dari perawat.
          Pada tahun 1633 dibentuklah kelompok biarawati oleh St. Vincent de paul. Kelompok ini merawat orang-orang di rumah sakit, orang terlantar dan kaum miskin. Selanjutnya kelompok ini terkenal luas sebagai perawat keliling karena mereka merawat orang sakit di rumah-rumah. Pada masa ini juga mulai dirintis pendidikan keperawatan yang dipelopori oleh Louise de Gras. Program pendidikan yang diberikan saat itu adalah pengalaman merawat orang sakit di rumah sakit, dan juga melakukan kunjungan rumah. (Donahue, 1995)
          Peran rumah sakit terhadap perkembangan keperawatan tidak dapat diabaikan. Setidaknya ada tiga rumah sakit yang berperan besar terhadap perkembangan perawat pada zaman pertengahan. Pertama Hotel Dieu di Lion, meskipun pada awalnya pekerjaan perawat dilakukan oleh para mantan Wanita Tuna Susila (WTS) yang telah bertobat, namun rumah sakit ini berperan besar dalam kemajuan keperawatan. Hal ini disebabkan karena tidak lama kemudian pekerjaan perawat digantikan oleh perawat yang terdidik melalui pendidikan keperawatan di rumah sakit tersebut. Kedua, Hotel Dieu di Paris, dirumah sakit ini pekerjaan keperawatan dilakukan oleh kelompok agama, namun sesudah revolusi Perancis, kelompok agama dihapuskan dan pekerjaan diganti oleh orang-orang bebas yang tidak terikat agama. Ketiga, St. Thomas Hospital, didirikan tahun 1123 M, di rumah sakit inilah tokoh keperawatan Florence Nightingale memulai karirnya memperbarui keperawatan. Abad XVIII, pengembangan kota yang lebih besar membawa penambahan jumlah rumah sakit dan memperbesar peran perawat.
          Pada pertengahan abad XVIII dan memasuki abad XIX reformasi sosial masyarakat meruba peran perawat dan wanita secara umum. Pada masa ini keperawatan mulai dipercaya orang dan pada saat ini juga nama Florence Nightingale. Florence Nightingale lahir pada tahun 1820 dari keluarga kaya dan terhormat. Ia tumbuh dan berkembang di Inggris dengan pendidikan yang cukup. Meskipun ditentang keras oleh keluarganya, ia diterima mengikuti kursus pendidikan perawat pada usia 31 tahun. Pecahnya perang Krim (Crimean War), dan penunjukan dirinya oleh Inggris untuk menata asuhan keperawatan pada sebuah rumah sakit Militer milik Turki memberi peluang baginya untuk meraih prestasi (Taylor. C., 1989). Hal ini disebabkan karena ia berhasil mengatasi kesulitan atau masalah yang dihadapi dan berhasil menepis anggapan negatif terhadap wanita dan meningkatkan status perawat.
          Seusai perang krim, Florence Nightingale kembali ke Inggris. Sejarah perkembangan keperawatan di Inggris sangat penting dipahami karena Inggris membuka jalan bagi kemajuan dan perkembangan perawat di mana kepeloporan Florence Nightngale diikuti oleh Negara-negara lain. Tahun 1860, Nightingale menulis Notes on Nursing: What it is and What it is not untuk masyarakat umum. Filosofinya terhadap praktik keperawatan merupakan refleksi dari perubahan kebutuhan masyarakat. Ia melihat peran perawat sebagai seseorang yang bertugas menjaga kesehatan seseorang berdasarkan pengetahuan tentang bagaimana menempatkan tubuh dalam suatu status yang bebas dari penyakit (Nightingale, 1860; Schuyler, 1992). Pada tahun yang sama, ia mengembangkan program pelatihan untuk perawat pertama kali, sekolah pelatihan Nightingale untuk perawat di St. Thomas’ Hospital di London. Konsep pendidikan inilah yang mempengaruhi pendidikan keperawatan di dunia dewasa ini.
          Kontribusi Florence Nightingale bagi perkembangan keperawatan adalah menegaskan bahwa nutrisi merupakan satu bagian penting dari asuhan keperawatan, meyakinkan bahwa okupasional dan rekreasi merupakan suatu terapi bagi orang sakit, mengidentifikasi kebutuhan personal pasien dan peran perawat untuk memenuhinya, menetapkan standar manajemen rumah sakit, mengembangkan standar okupasi bagi pasien wanita, mengembangkan pendidikan keperawatan, menetapkan dua komponen keperawatan yaitu kesehatan dan penyakit, meyakinkan bahwa keperawatan berdiri sendiri dan berbeda dengan profesi kedokteran, dan menekankan kebutuhan pendidikan berlanjut bagi perawat (Taylor, C. 1989).
          Perang sipil (1860-1865) menstimulasi perkembangan keperawatan di Amerika Serikat.Clara Burton, pendiri palang merah Amerika merawat pejuang di medan pertempuran, membersihkan luka, memenuhi kebutuhan dasar, dan menenangkan para pejuang dalam menghadapi kematian. (Donahue, 1995). Setelah perang sipil, sekolah keperawatan di Amerika dan Kanada mulai membentuk kurikulum sendiri mengikuti sekolah Nightngale. Sekolah pelatihan yang pertama di Kanada, St. Catherina di Ontario didirikan tahun 1874. Tahun 1908, Mary Agnes Snively membantu terbentuknya The Canadian National Association of Trained Nurses, selanjutnya nama tersebut berubah menjadi The Canadian Nurses Association (CNA) pada tahun 1924. (Donahue, 1995). Tahun 1899 afiliasi Amerika dan Kanada berhenti, organisasi baru dibentuk dengan nama American Nurses Association (ANA) pada tahun 1911.
          Keperawatan di rumah sakit berkembang pada akhir abad XIX, tetapi di komunitas,  keperawatan tidak menunjukkan peningkatan yang berarti sampai tahun 1893 ketika Lilian Wald dan Mary Brewster membuka The Henry Street Settlement, yang berfokus pada kebutuhan kesehatan orang miskin yang tinggal di rumah penampungan New York. Perawat yang bekerja di tempat ini memiliki tanggung jawab yang lebih besar terhadap klien daripada mereka yang bekerja di rumah sakit, karena mereka seringkali menghadapi situasi yang membutuhkan tindakan mandiri dari perintah dokter. Selain itu, dalam mengobati penyakit, orang miskin mmebutuhkan terapi keperawatan yagn ditujukan untuk memperbaiki nutrisi, memberikan penginapan, dan mempertahankan kebersihan. Kemajuan terlihat di rumah sakit, kesehatan masyarakat, dan pendidikan terjadi pada awal abad keduapuluhan. Pada masa itu mulai dirintis pendidikan keperawatan di tingkat universitas. Dengan berkembangnya pendidikan keperawatan maka praktik keperawatan juga mengalami perluasan. Pada tahun 1901 didirika The Army Nurses Corps, diikuti dengan berdirinya The Navy Nurses Corps pada tahun 1908. Spesialisi keperawatan juga mulai dikembangkan. Sekitar tahun 1920-an, dibentuk organisasi perawat spesialis, seperti Assosiation of Operating Room Nurses (1949),American Assosiation of Critical-Care Nurses (1969) dan Oncology Nursing Society(1975).
         
PERKEMBANGAN KEPERAWATAN DI INDONESIA
          Tidak banyak literatur yang  mengungkapkan perkembangan keperawatan di Indonesia. Seperti perkembangan keperawatan di dunia pada umumnya, perkembangan keperawatan di Indinesia juga dipengaruhi kondisi sosial ekonomi yaitu penjajahan pemerintah kolonial Belanda, Inggris dan Jepang serta situasi pemerintahan Indonesia setelah Indonesia merdeka. Perkembangan keperawatan di Indonesia pada dasarnya dibedakan atas masa sebelum kemerdekaan dan masa setelah kemerdekaan (orde lama dan orde baru).
          Pada masa pemerintahan kolonial Belanda perawat berasal dari penduduk pribumi yang disebut velpleger dengan dibantu zieken oppaser sebagai penjaga orang sakit. Mereka bekerja pada Rumah Sakit Binnen Hospital di Jakarta yang didirikan tahun 1799 untuk memelihara kesehatan staf dan tentara Belanda. Usaha pemerintah kolonial Belanda di bidang kesehatan pada masa itu antara lain: Dinas Kesehatan Tentara yang dalam bahasa Belanda disebut Militiary Gezondherds Dienst dan Dinas Kesehatan Rakyat atauBurgerlijke Gezondherds Dienst. Pendirian rumah sakit ini termasuk usaha Daendels mendirikan rumah sakit di Jakarta, Surabaya dan Semarang, ternyata tidak diikuti perkembangan profesi keperawatan yang berarti karena tujuannya semata-mata untuk kepentingan tentara Belanda.
          Ketika VOC berkuasa, Gubernur Jendral Inggris Raffles (1812-1816) sangat memperhatikan kesehatan rakyat. Berangkat dari semboyannya “Kesehatan adalah milik manusia”, ia melakukan berbagai upaya memperbaiki derajat kesehatan penduduk pribumi. Tindakan yang dilakukan antara lain: pencacaran umum, membenahi cara perawatan pasien dengan gangguan jiwa serta memperhatikan kesehatan dan perawatan para tahanan.
          Setelah pemerintahan kolonial kembali ke tangan Belanda, usaha-usaha peningkatan kesehatan penduduk mengalami kemajuan. Di Jakarta tahun 1819 didirikan beberapa rumah sakit, salah satu diantaranya adalah Rumah Sakit Stadsverband berlokasi di Glodok (Jakarta Barat). Pada tahun 1919 rumah sakit ini dipindahkan di Salemba dan sekarang bernama Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Saat ini RSCM menjadi pusat rujukan nasional dan pendidikan nasional. Dalam kurun waktu ini (1816-1942), berdiri pula beberapa rumah sakit swasta milik katolik dan protestan, misalnya: RS Persatuan Gereja Indonesia (PGI) Cikini-Jakarta Pusat, RS St. Carolus Salemba-Jakarta Pusat, RS St. Boromeus di Bandung dan  RS Elizabeth di Semarang. Bersamaan dengan berdirinya rumah sakitdi atas, didirikan sekolah perawat. RS PGI Cikini tahun 1906 menyelenggarakan pendidikan juru rawat, kemudiam RSCM menyelenggarakan pendidikan juru rawat tahun 1912.
          Kekalahan tentara sekutu dan kedatangan Jepang (1942-1945) menyebabkan perkembangan keperawatan mengalami kemunduran. Bila renaissance berakibat buruk pada perkembangan keperawatan Inggris, maka penjajaan Jepang merupakan masa kegelapan dunia keperawatan di Indonesia. Pekerjaan perawat pada masa Belanda dan Inggris sudah dikerjakan oleh perawat yang terdidik, sedangkan pada masa Jepang yang melakukan tugas perawat bukan dari orang yang sudah dididik untuk menjadi perawat. Pemimpin rumah sakit juga diambil alih dari orang Belanda ke orang Jepang. Pada saat itu obat-obatan sangat minim, sehingga wabah penyakit muncul dimana-mana. Bahan balutan juga terbatas, sehingga daun pisang dan pelepah pisang digunakan sebagai bahan balutan.
          Pembangunan bidang kesehatan dimulai tahun 1949. Rumah sakit dan balai pengobatan mulai dibangun. Tahun 1952, sekolah perawat mulai didirikan, yaitu Sekolah Guru Perawat dan Sekolah Perawat tingkat SMP. Pendidikan keperawatan profesional mulai didirikan mulai tahun 1962 dengan didirikannya Akademi Keperawatan milik Departemen Kesehatan di Jakarta untuk menghasilkan perawat profesional pemula. Hampir bersamaan dengan itu didirikan pula Amper milik Depkes di Ujung Pandang, Bandung dan Palembang.
           Di Indonesia, keperawatan telah mencapai kemajuan yang sangat bermakna bahkan merupakan suatu lompatan yang jauh kedepan. Hal ini bermula dari dicapainya kesepakatan bersama pada Lokakarya Nasional Keperawatan pada bulan Januari 1983 yang menerima keperawatan sebagai pelayanan profesional (profesional service) dan pendidikan keperawatan sebagai pendidikan profesi (professional education). Dalam Lokakarya Keperawatan tahun 1983, telah dirumuskan dan disusun dasar-dasar pengembangan Pendidikan Tinggi Keperawatan. Sebagai realisasinya disusun kurikulum program pendidikan D-III Keperawatan, dan dilanjutkan dengan penyusunan kurikulum pendidikan Sarjana (S1) Keperawatan.
          Pengembangan pelayanan keperawatan profesional tidak dapat dipisahkan dengan pendidikan profesional keperawatan. Pendidikan keperawatan bukan lagi merupakan pendidikan vokasional/kejuruan akan tetapi bertujuan untuk menghasilkan tenaga keperawatan yang menguasai ilmu keperawatan yang siap dan mampu melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan profesional kepada masyarakat. Jenjang pendidikan keperawatan bahkan telah mencapai tingkat Doktoral. Pendidikan tinggi keperawatan diharapkan menghasilkan tenaga keperawatan profesional yang mampu mengadakan pembaruan dan perbaikan mutu pelayanan/asuhan keperawatan, serta penataan perkembangan kehidupan profesi keperawatan. Perkembangan keperawatan bukan saja karena adanya pergeseran masalah kesehatan di masyarakat, akan tetapi juga adanya tekanan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan serta perkembangan profesi keperawatan dalam menghadapi era globalisasi.
          Pendirian Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) pada tahun 1985 merupakan momentum kebangkitan profesi keperawatan di Indonesia. Sebagai embrio Fakultas Ilmu Keperawatan, institusi ini dipelopori oleh tokoh keperawatan Indonesia, antara lain Achir Yani S, Hamid, DN.Sc; mendiang Dra. Christin S Ibrahim, MN, Phd; Tien Gartinah, MN dan Dewi Irawaty, MA, dibantu beberapa pakar dari Konsorsium Ilmu Kesehatan dan sembilan pakar keperawatan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO). Pada tahun 2000 mulai muncul Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) diberbagai Universitas di Indonesia (Universitas Airlangga, Universitas Gajah Mada, Universitas Hasanudin, Universitas Andalas dan Universitas Sumatra Utara).
          Tahun 1974 tepatnya tanggal 17 Maret didirikan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Sebagai fusi dari beberapa organisasi keperawatan yang ada sebelumnya, PPNI mengalami beberapa kali perubahan bentuk dan nama organisasi. Embrio PPNI adalah Perkumpulan Kaum Verpleger Boemibatera (PKVB) tahun 1921. Pada saat itu profesi perawat Sangat dihormati oleh masyarakat berkenaan denga tugas mulia yang dilakukan dalam merawat orang sakit. Lahirnya sumpah pemuda 1928, mendorong perubahan nama PKVB menjadi Perkumpulan Kaum Verpleger Indonesia (PKVI). Pergantian nama ini berkaitan dengan semangat nasionalisme . PKVI bertahan sampai tahun 1942 berhubungan dengan kemenangan Jepang atas sekutu.
          Bersamaan dengan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, tumbuh organisasi profesi keperawatan. Tiga organisasi profesi yang ada antara tahun 1945-1954 adalah Persatuan Djuru Kesehatan Indonesia (PDKI), Persatuan Djuru Rawat Islam (Perjurais) dan Serikat Buruh Kesehatan (SBK). Pada tahun 1951 terjadi pembaharuan organisasi profesi keperawatan yaitu terjadi fusi organisasi yang ada menjadi Persatuan Djuru Kesehatan Indonesia (PDKI) sebagai upaya konsolidasi organisasi profesi tanpa mengikutsertakan SBK karena terlibat pada pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI).
          Kurun waktu 1951-1958 diadakan kongres di Bandung dan mengubah nama PDKI menjadi Persatuan Pegawai Dalam Kesehatan (PPDK) dengan keanggotaan bukan hanya dari perawat. Tahun 1959-1974 terjadi pengelompokan organisasi keperawatan antara lain Ikatan Perawat Wanita Indonesia (IPWI), Ikatan Guru Perawat Indonesia (IGPI) dan Ikatan Perawat Indonesia (IPI) tahun 1969. Akhirnya tanggal 17 Maret 1974 seluruh organisasi keperawatan kecuali Serikat Buruh Kesehatan bergabung menjadi satu organisasi profesi tingkat  nasional dengan nama Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Nama inilah yang secara resmi dipakai sebagai nama organisasi profesi keperawatan Indonesia hingga kini

tugas perawat profesional

PERAWAT PROFESIONAL
Perawat adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kewenangan untuk memberikan asuhan keperawatan pada orang lain berdasarkan ilmu dan kiat yang dimilikinya dalam batas-batas kewenangan yang dimilikinya.  (PPNI, 1999; Chitty, 1997).
Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1239/MenKes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat pada pasal 1 ayat1).
Praktik keperawatan profesional adalah tindakan keperawatan profesional menggunakan pengetahuan teoritis yang mantap dan kukuh dari berbagai disiplin ilmu, terutama ilmu keperawatan selain berbagai ilmu dasar,ilmu sosial sebagai landasan untuk melakukan asuhan keperawatan (KDIK;1992).
 PERAN DAN FUNGSI PERAWAT
a.    Peran Perawat
Menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 peran perawat terdiri dari :
1)      Sebagai pemberi asuhan keperawatan. Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks.
2)    Sebagai advokat klien. Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien & kelg dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan. Perawat juga berperan dalam mempertahankan & melindungi hak-hak pasien meliputi:
  • Hak atas pelayanan sebaik-baiknya
  • Hak atas informasi tentang penyakitnya
  • Hak atas privasi
  • Hak untuk menentukan nasibnya sendiri
  • Hak menerima ganti rugi akibat kelalaian
3)     Sebagai educator. Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
4)    Sebagai coordinator. Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberi pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.
5)    Sebagai kolaborator. Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapi, ahli gizi dll dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan.
6)    Sebagai konsultan. Perawat berperan sebagai tempat konsultasi dengan mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis & terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.
7)     Sebagai pembaharu. Perawat mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis & terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.
b.    Fungsi Perawat
1)      Fungsi Independen. Merupakan fungsi mandiri & tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan untuk memenuhi KDM.
2)    Fungsi Dependen. Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum, atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.
3)     Fungsi Interdependen. Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan diantara tim satu dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerjasama tim dalam pemebrian pelayanan. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun lainnya.

makalah keperawatan

Pengertian, Tugas, Fungsi, Etika, Hak dan Kewajiban Perawat


BAB I

PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang

                  Seorang perawat adalah sebagai tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat umum. Dalam menghadapi pasien, seorang perawat harus mempunyai etika, karena yang dihadapi perawat adalah juga manusia. Perawat harus bertundak sopan, murah senyum dan menjaga perasaan pasien. Ini harus dilakukan karena perawat adalah membantu proses penyembuhan pasien bukan memperburuk keadaan. Dengan etika yang baik diharapkan seorang perawat bisa menjalin hubungan yang lebih akrab dengan pasien. dengan hubungan baik ini, maka akan terjalin sikap saling menghormati dan menghargai di antara keduanya.
                  Etika dapat membantu para perawat mengembangkan kelakuan dalam menjalankan kewajiban, membimbing hidup, menerima pelajaran, sehingga para perawat dapat mengetahui kedudukannya dalam masyarakat dan lingkungan perawatan. Dengan demikian, para perawat dapat mengusahakan kemajuannya secara sadar dan seksama.
                  Oleh karena itu dalam perawatan teori dan praktek dengan budi pekerti saling memperoleh, maka 2 hal ini tidak dapat dipisah-pisahkan.
                  Sejalan dengan tujuan tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa nama baik rumah sakit antara lain ditentukan oleh pendapat/kesan dari masyarakat umum. Kesehatan masyarakat terpelihara oleh tangan dengan baik, jika tingkatan pekerti perawat dan pegawai-pegawai kesehatan lainnya luhur juga. Sebab akhlak yang teguh dan budi pekerti yang luhur merupakan dasar yang penting untuk segala jabatan, termasuk jabatan perawat.


1.2. Tujuan

Setelah membaca makalah ini, diharapkan mampu memahami :
  • Pengertian Perawat
  • Tugas Perawat
  • Fungsi Perawat
  • Etika Perawat
  • Hak Perawat
  • Kewajiban Perawat


BAB II

PEMBAHASAN


2.1.    Pengertian Perawat

Perawat adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kewenangan untuk memberikan asuhan keperawatan pada orang lain berdasarkan ilmu dan kiat yang dimilikinya dalam batas-batas kewenangan yang dimilikinya.  (PPNI, 1999 ; Chitty, 1997). 
Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1239/MenKes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat pada pasal 1 ayat 1)

2.2.     Tugas Perawat

1)     Care Giver

Perawat harus :

a) Memperhatikan individu dalam konteks sesuai kehidupan klien, perawat harus memperhatikan klien berdasarkan kebutuhan significant dari klien.

b)  Perawat menggunakan Nursing Process untuk mengidentifikasi diagnosa keperawatan, mulai dari masalah fisik (fisiologis) sampai masalah-nasalah psikologis

c) Peran utamanya adalah memberikan pelayanan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat sesuai diagnosa masalah yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana sampai yang kompleks.

2)     Client Advocate

Sebagai client advocate, perawat bertanggung jawab untuk membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan dalam memberikan informasi lain yang diperlukan untuk mengambil persetujuan (inform concent) atas tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya.

Selain itu perawat harus mempertahankan dan melindungi hak-hak klien. Hal ini harus dilakukan karena klien yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan. Perawat adalah anggota tim kesehatan yang paling lama kontak dengan klien, leh karena itu perawat harus membela hak-hak klien.

3)     Conselor

a)  Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan sehat sakitnya.
b)  Adanya perubahan pola interaksi ini merupakan “Dasar” dalam merencanakan metoda untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya.
c) Konseling diberikan kepada idividu/keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman yang lalu.
d) Pemecahan masalah difokuskan pada; masalah keperawatan, mengubah perilaku hidup sehat (perubahan pola interaksi)

4)     Educator

a) Peran ini dapat dilakukan kepada klien, keluarga, team kesehatan lain, baik secara spontan (sat interaksi) maupun formal (disiapkan).

b) Tugas perawat adalah membantu klien mempertinggi pengetahuan dalam upaya meningkatkan kesehatan, gejala penyakit sesuai kondisi dan tindakan yang spesifik.

c)   Dasar pelaksanaan peran adalah intervensi dalam NCP.

5)     Coordinator

Peran perawat adalah mengarahkan, merencanakan, mengorganisasikan pelayanan dari semua anggota team kesehatan. Karena klien menerima pelayanan dari banyak profesioanl, misal; pemenuhan nutrisi. Aspek yang harus diperhatikan adalah; jenisnya, jumlah, komposisi, persiapan, pengelolaan, cara memberikan, monitoring, motivasi, dedukasi dan sebagainya.

6)     Collaborator

Dalam hal ini perawat bersama klien, keluarga, team kesehatan lain berupaya mengidentifikasi pelayanan kesehatan yang diperlukan termasuk tukar pendapat terhadap pelayanan yang dipelukan klien, pemberian dukungan, paduan keahlian dan keterampilan dari bebagai profesional pemberi pelayanan kesehatan.

7)     Consultan

Elemen ini secara tidak langsung berkaitan dengan permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan keperawatan yang diberikan. Dengan peran ini dapat dikatakan perawatan adalah sumber informasi ang berkaitan dengan kondisi spesifik klien.

8)     Change Agent

Element ini mencakup perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dalam berhubungan denan klien dan cara pemberian keperawatan kepada klien.

Menurut Lokakarya Nasional tentang keperawatan tahun 1983, peran perawat untuk di Indonesia disepakati sebagai :

      1)     Pelaksana Keperawatan

Perawat bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan keperawatan dari yang sederhana sampai yang kompleks kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat. Ini adalah merupakan peran utama dari perawat, dimana perawat dapat memberikan asuha keperawatan yang profesional, menerapkan ilmu/teori, prinsip, konsep dan menguji kebenarannya dalam situasi yang nyata, apakah krieria profesi dapat ditampilkan dan sesuai dengan harapan penerima jasa keperawatan.

      2)     Pengelola (Administrator)

Sebagai administrator bukan berarti perawat harus berperan dalam kegiatan administratif secara umum. Perawat sebagai tenaga kesehatan yang spesifik dalam sistem pelayanan kesekatan tetap bersatu dengan profesi lain dalam pelayanan kesehatan. Setiap tenaga kesehatan adalah anggota potensial dalam kelompoknya dan dapat mengatur, merancanankan,melaksanakan dan menilai tindakan yang diberikan , mengingat perawat merupakan anggota profesional yang paling lama bertemu dengan klien, maka perawat harus merencanakan, melaksanakan, dan mengatur berbagai alternatif terapi yang  harus diterima oleh klien. Tugas ini menuntut adanya kemampuan managerial yang handal dari perawat.

      3)     Pendidik

Perawat bertanggungjawab dalam hal pendidikan dan pengajaran ilmu keperawatan kepada klien, tenaga keperawatan maupun tenaga kesehatan lainnya. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam keperawatan adalah aspek pendidikan, karena perubahan tingkah laku merupakan salah satu sasaran dari pelayanan keperawatan. Perawt harus bisa berperan sebagai pendidik bagi individu, keluarga, kelompo dan masyarakat.

      4)     Peneliti

Seorang perawat diharapkan dapat menjadi pembaharu (inovator) dalam ilmu keperawatan karena ia memiliki kreatifitas, inisiatif, cepat tanggap terhadap ragsangan dari lingkungannya. Kegiatan ini dapat diperoleh melalui penelitian. Penelitian, pada hakekatnya adalah melakukan evaluasi, mengukur kemampuan, menilai, dan mempertimbangkan sejauh mana efektifitas tindakan yang telah diberikan.

Dengan hasil penelitian, perawat dapat mengerakkan orang lain untuk berbuat sesuatu yang baru berdasarkan kebutuhan, perkembangan dan aspirasi individu, keluarga, kelompok atau masyarakat. Oleh karena itu perawat dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan, memanfaatkan media massa atau media informasi lain dari berbagai sumber. Selain itu perawat perlu melakukan penelitian dalam rangka; mengembangkan ilmu keperawatan dan meningkatkan praktek profesi keperawatan.

2.3.    Fungsi Perawat

Ada tiga jenis fungsi perawat dalam melaksanaan perannya, yaitu;

1)     Fungsi Independent

Dimana perawat melaksanakan perannya secara mandiri, tidak tergantung pada orang lain.

Perawat harus dapat memberikan bantuan terhadap aanya penyimpangan atau tidak terpenuhinya kebutuahn dasar manusia (bio-psiko-sosial/kultural dan spiritual), mulai dari tingkat indiovidu utuh, mencakup seluruh siklus kehidupan, sampai pada tingkat masyarakat, yang jua tercermin pada tidak terpenuhinya kebutuhan daar p[ada tingkat sistem organ fungsional sampai molekuler.

Kegiatan ini dilakukan dengan diprakarsai oleh perawat, dan perawat bertangungjawab serta beranggung gugat ats rencana dan keputusan tindakannya.

2)     Fungsi Dependent

Kegiatan ini dilaksanakan atas pesan atau intruksi dari orang lain.

3)     Fungsi Interdependent

Fungsi ini berupa “kerja tim”, sifatnya saling ketergantungan baik dalam keperawatan maupun kesehatan.


2.4.   Etika Perawat

Etika Perawat Indonesia tersebut terdiri dari 5 bab dan 16 pasal.
  • Bab 1, terdiri dari empat pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap individu, keluarga, dan masyarakat.
  • Bab 2, terdiri dari lima pasal menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap tugasnya.
  • Bab 3, terdiri dari dua pasal, menjelaskan tanggung jawab perawat terhadap sesama perawat dan profesi kesehatan lain.
  • Bab 4, terdiri dari empat pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap profesi keperawatan.
  • Bab 5, terdiri dari dua pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap pemerintah, bangsa, dan tanah air.

Dengan penjabarannya sebagai berikut:
  1. Tanggung jawab Perawat terhadap klein untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan masyarakat, diperlukan peraturan tentang hubungan antara perawat dengan masyarakat, yaitu sebagai berikut :
    • Perawat, dalam melaksanakan pengabdiannya, senantiasa berpedoman pada tanggung jawab yang bersumber pada adanya kebutuhan terhadap keperawatan individu, keluarga, dan masyarakat.
    • Perawat, dalam melaksanakan pengabdian dibidang keperawatan, memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama dari individu, keluarga dan masyarakat.
    • Perawat, dalam melaksanakan kewajibannya terhadap individu, keluarga, dan masyarakat, senantiasa dilandasi rasa tulus ikhlas sesuai dengan martabat dan tradisi luhur keperawatan.
    • Perawat, menjalin hubungan kerjasama dengan individu, keluarga dan masyarakat, khususnya dalam mengambil prakarsa dan mengadakan upaya kesehatan, serta upaya kesejahteraan pada umumnya sebagai bagian dari tugas dan kewajiban bagi kepentingan masyarakat.

    1. Tanggung jawab Perawat terhadap tugas
      • Perawat, memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran profesional dalam menerapkan pengetahuan serta keterampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu, keluarga, dan masyarakat.
      • Perawat, wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya, kecuali diperlukan oleh pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
      • Perawat, tidak akan menggunakan pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang dimilikinya dengan tujuan yang bertentangan dengan norma-norma kemanusiaan.
      • Perawat, dalam menunaikan tugas dan kewajibannya, senantiasa berusaha dengan penuh kesadaran agar tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik, agama yang dianut, dan kedudukan sosial.
      • Perawat, mengutamakan perlindungan dan keselamatan pasien/klien dalam melaksanakan tugas keperawatannya, serta matang dalam mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau mengalih-tugaskan tanggung jawab yang ada hubungannya dengan keperawatan.
    2. Tanggung jawab Perawat terhadap Sejawat Tanggung jawab perawat terhadap sesama perawat dan profesi kesehatan lain sebagai berikut :
      • Perawat, memelihara hubungan baik antara sesama perawat dan tenaga kesehatan lainnya, baik dalam memelihara keserasiaan suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara menyeluru.
      • Perawat, menyebarluaskan pengetahuan, keterampilan, dan pengalamannya kepada sesama perawat, serta menerima pengetahuan dan pengalaman dari profesi dalam rangka meningkatkan kemampuan dalam bidang keperawatan.
    3. Tanggung jawab Perawat terhadap Profesi
      • Perawat, berupaya meningkatkan kemampuan profesionalnya secara sendiri-sendiri dan atau bersama-sama dengan jalan menambah ilmu pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang bermanfaat bagi perkembangan keperawatan.
      • Perawat, menjungjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan menunjukkan perilaku dan sifat-sifat pribadi yang luhur.
      • Perawat, berperan dalammenentukan pembakuan pendidikan dan pelayanan keperawatan, serta menerapkannya dalam kagiatan pelayanan dan pendidikan keperawatan.
      • Perawat, secara bersama-sama membina dan memelihara mutu organisasi profesi keperawatan sebagai sarana pengabdiannya.
    1. Tanggung jawab Perawat terhadap Negara
      • Perawat, melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai kebijsanaan yang telah digariskan oleh pemerintah dalam bidang kesehatan dan keperawatan.
      • Perawat, berperan secara aktif dalam menyumbangkan pikiran kepada pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan dan keperawatan kepada masyarakat.

    2.5.   Hak Perawat
    1.      Perawat berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
    2.      Perawat berhak untuk mengembangkan diri melalui kemampuan sosialisasi sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
    3.      Perawat berhak untuk menolak keinginan klien yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan serta standard dan kode etik profesi
    4.      Perawat berhak untuk mendapatkan informasi lengkap dari klien atau keluarganya tentang keluhan kesehatan dan ketidak puasan terhadap pelayanan yang diberikan.
    5.      Perawat berhak untuk mendapatkan ilmu pengetahuannya berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang keperawatan atau kesehatan secara terus menerus.
    6.      Perawat berhak untuk diperlakukan secara adil dan jujur baik oleh institusi pelayanan maupun klien.
    7.      Perawat berhak mendapatkan jaminan perlindungan terhadap resiko kerja yang dapat menimbulkan bahaya baik secara fisik maupun stres emosional
    8.      Perawat berhak di ikut sertakan dalam penyusunan dan penetapan kebijaksanaan pelayanan kesehatan.
    9.      Perawat berhak atas privasi dan berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan oleh klien dan atau keluarganya serta tenaga kesehatan lainnya.
    10.  Perawat berhak untuk menolak di pindahkan ketempat tugas yang lain, baik melalui anjuran maupun pengumuman tertulis karna diperlukan, untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan standar profesi atau kode etik keperawatan atau aturan perundang-undangan lainnya.
    11.  Perawat berhak untuk mendapatkan penghargaan dan imbalan yang layak atas jasa profesi yang diberikannya berdasarkan perjanjian atau ketentuan yang berlaku di institusi pelayanan yang bersangkutan.
    12.  Perawat berhak untuk memperoleh kesempatan untuk mengembangkan klien sesuai dengan bidang profesinya.
    Hak Perawat menurut clare fagin (1975)
    1.   Hak untuk memperoleh martabat dalam rangka mengekspresikan dan meningkatkan dirinya melalui penggunaan kemampuan khusus dan latar belakang pendidikannya.
    2.   Hak untuk memperoleh pengakuan sehubungan dengan kontribusinya melalui ketetapan yang diberikan lingkungan untuk praktik yang dijalankan, serta imbalan ekonomi sehubungan dengan profesinya.
    3.   Hak untuk mendapatkan lingkungan kerja dengan stres fisik dan emosional, serta resiko kerja yang seminimal mungkin.
    4.   Hak untuk praktek profesi dalam batas-batas hokum yang berlaku.
    5.   Hak untuk menetapkan standar yang bermutu dalam perawatan yang dilakukan.
    6.   Hak untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan yang berpengaruh terhadap keperawatan.
    7.   Hak berpartisipasi dalam organisasi sosial dan politik yang mewakili perawat dalam meningkatkan asuhan kesehatan.


    2.7.   Kewajiban Perawat
    1.      Perawat wajib mematuhi semua peraturan institusi yang bersangkutan.
    2.      Perawat wajib memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan sesuai dengan standar profesi dan batas kegunaannya.
    3.      Perawat wajib menghormati hak klien.
    4.      Perawat wajib merujukkan klien kepada perawat atau tenaga kesehatan lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik bila yang bersangkutan tidak dapat mengatasinya.
    5.      Perawat wajib memberikan kesempatan kepada klien untuk berhubungan dengan keluarganya, selama tidak bertentangan dengan peraturan atau standar profesi yang ada.
    6.      Perawat wajib memberikan kesempatan kepada klien untuk menjalankan ibadahnya sesuai dengan agama atau kepercayaan masing-masing selama tidak mengganggu klien yang lainnya.
    7.      Perawat wajib berkolaborasi dengan tenaga medis atau tenaga kesehatan terkait lainnya dalam memberikan pelayanan kesehatan dan keperawatan kepada klien.
    8.      Perawat wajib memberikan informasi yang akurat tentang tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien atau keluarganya sesuai dengan batas kemampuannya.
    9.      Perawat wajib membuat dokumentasi asuhan keperawatan secara akurat dan bersinambungan.
    10.  Perawat wajib mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan atau kesehatan secara terus-menerus
    11.  Perawat wajib melakukan pelayanan darurat sebagai tangan kemanusiaan sesuai dengan batas kewenangannya.
    12.  Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang klien, kecuali jika dimintai keterangan oleh pihak yang berwenang.
    13.  Perawat wajib mematuhi hal-hal yang telah disepakati atau perjanjian yang telah dibuat sebelumnya terhadap institusi tempat bekerja.


    BAB III

    PENUTUP


    3.1 Kesimpulan
               
                Perawat adalah salah satu tenaga medis yang paling banyak berinteraksi dengan pasien secara langsung walaupun secara tidak langsung hingga saat ini masih banyak pasien atau bahkan keluarga pasien yang mengesampingkan atau bahkan memandang rendah profesi perawat ini. Padahal sebagai profesi yang paling banyak berhubungan dengan pasien, perawat memegang kunci penting dalam memberikan informasi mengenai kondisi kesehatan pasien kepada dokter untuk diambil langkah penanganan yang lebih lanjut.


    3.2 Saran

                Semoga makalah dari kelompok kami dapat berguna bagi rekan-rekan dan semoga makalah kami dapat menjadi suatu acuan untuk kedepanya, untuk kritik dan saran akan kami terima untuk membentuk makalah yang lebih baik untuk kedepannya.