KERAGAMAN
BUDAYA
Keragaman selalu menjadi hal utama yang dimiliki oleh setiap
orang. Di dalam lingkup bidang kesehatan, ini terjadi antara perawat dan klien.
Dalam hal ini perawat harus memiliki wawasan atau pandangan juga interpretasi
penyakit yang dialami oleh klien, selain penyakit kesehatanpun juga perlu
diperhatikan oleh perawat.
Dalam
kultur dan etnik yang berbeda antara perawat dan klien, hal ini memungkinkan
timbulnya komunikasi transkultural. Disebut demikian karena setiap individu
berusaha memahami orang lain. Keperawatan transkultural dapat memudahkan
perawat untuk mengembangkan kemampuannya dalam memberikan pelayanan yang
sensitif secara budaya (Potter dan Perry 2005:453).
Imigrasi dan demografi, imigaran sendiri memiliki
pengertian seorang yang melakukan perpindahan dan menetap seterusnya. Sedangkan
demografi merupakan suatu dinamika penduduk yang didasarkan pendidikan,
kewarganegaraan, agama, dan etnisitas. Karena kedua hal tersebut banyak bidang
kesehatan kritis dalam memeberikan pelayanan kepada klien (Potter dan Perry,
2005:453).
Heritage Consistency, ini adalah teori yang dikembangkan
oleh Estes dan Zitzow (1980), teori ini menggambarkan bahwa semua gaya hidup
sudah termasuk cermin kultural. Dalam metode ini budaya, etnisitas, dan religi
berperan penting. Budaya merupakan suatu tindakan, pikiran, yang dilakukan
dalam kesadaran maupun tidak sadar, dan berdasarkan budaya (Spector, 1991,
dalam Perry dan Potter, 2005:456). Intinya adalah sebagai sistem
metakomunikasi, tidak hanya berupa bahasa lisan namun juga dalam segala hal
(Matsumoto, 1988, dalam Perry dan Potter, 2005:456). Selanjutnya etnisitas,
etnisitas ini sulit untuk didefinisikan, namun mengandung unsur identitas diri
(Thernstrom, 1980, dalam Potter dan Perry, 2005:456). Terakhir adalah religi,
suatu keyakinan yang bersifat ketuhanan dan bukanlah suatu kemampuan yang bisa
dilakukan oleh manusia (Abramson, 1980, dalam Potter dan Perry, 2005:456).
Ketiga hal tersebut termasuk mewakili konsistensi warisan budaya (Potter dan
Perry, 2005:456).
Fenomena budaya, memiliki fenomena kontrol
lingkungan, variasi biologis, organisasi sosial, komunikasi, ruang dan
waktu. Pertama, kontrol lingkungan yang
sangat berpengaruh terhadap asuhan keperawatan. Hal ini guna merencanakan kegiatan
yang mengontrol faktor lingkungan. Kedua, variasi biologis adalah perbedaan
secara biologis (fisik maupun genetik). Ketiga, organisasi sosial merupakan
wadah dimana setiap inividu memainkan
peran pentingnya dalam mengembangkan identitas kultural mereka. Keempat adalah
komunikasi, di sini komunikasi sangatlah penting bagi tenaga kesehatan dalam
menghadapi klien. Komunikasi yang jelas juga efektiflah yang bisa mendukung
asuhan keperawatan. Namun jika dalam hal komunikasi ini terjadi ketidak
berhasilan, maka akan terjadi penundaan diagnosis juga mendapatkan hasil yang
tragis. Seperti halnya para tenaga medis yang kehilangan media interaksi dengan
klien, akan membuat mereka frustasi dan kefektifannya tidak terjaga lagi.
Akibat dari hal tersebut juga dapat menyebabkan kondisi pasien mengalami
syok-kultural sehingga klien menjauh dari tenaga kesehatan yang memberikan
layanan kesehatan. Jadi, intinya tenaga medis maupun perawat harus belajar
tentang bahasa klien guna menjalin komunikasi yang efektif dan baik. Kelima
adalah ruang, ruang personal merupakan perilaku individu yang di tujukan untuk
sekitarnya. Di sini perawat harus sensitif terhadap klien. Misalnya, seorang
perawat berusaha menciptakan suatu tindakan yang membuat klien nyaman, akan
tetapi klien beranggapan sebaliknya, klien beranggapan tindakan tersebut
mengancam dirinya. Terakhir adalah waktu, orientasi waktu merupakan salah satu
dimana suatu saat perawat membuat jadwal asuhan keperawatan terhadap pasien.
Jika, dalam orientasi ini mengalami kegagalan, ini akan berakibat buruk
terhadap kondisi klien (Potter dan Perry, 2005:456-461).
Keyakinan tradisional tentang
kesehatan dan penyakit,
kali ini perawat harus pandai-pandai dalam hal mengkaji dan berkomunikasi guna
mengklarifikasi keyakinan klien akan penyakit yang dialaminya. Keyakinan
tradisional merupakan salah satu keyakinan yang selalu dipakai oleh klien.
Keyakinan klien yang seperti ini dapat berbeda dari epidemiologi orang Barat.
Dari keduanya salah satu perbedaan yang menonjol adalah asumsi penyebab
penyakit pada klien. Epidemiologi orang Barat menyatakan penyebab penyakit
disebabkan karena stress, virus, bakteri, dan gejala biologis lainnya.
Sedangkan keyakinan tradisional ini menyatakan penyebab suatu penyakit adalah
karena jiwa, ruh, mantra, dan guna-guna. Yoder, 19972 (dalam Potter dan Perry,
2005:461) menyatakan ada 2 keragaman pengobatan tradisional yang ada dalam
masyarakat, yang pertama adalah pengobatan rakyat alamiah dengan menggunakan
obat herbal, substansi hewan , dan racikan-racikan tumbuhan yang bisa digunakan
untuk obat. Kedua adalah pengobatan rakyat magisoreligius, pengobatan ini
bertumpu pada kata-kata suci dan juga tindakan suci guna proses penyembuhan
penyakit yang diderita klien. Pengobatan tradisional magisoreligius memiliki
keragaman cara, antara lain adalah penggunaan benda pelindung (seperti jimat,
batu akik, bahkan daun semanggi), penggunaan makanan, praktik religius
(melakukan suatu ritual atau pemujaan ruh, membakar lilin, membakar dupa, dan
sembahyang), ramuan tradisional (meracik ramuan yang berasal dari akar-akaran,
bunga, daun, hingga tumbuh-tumbuhan yang tergolong herbal), penyembuh (dukun)
dalam tradisional melakukan penyembuhan adalah untuk pemulihan kesehatan
jasmani dan rohani atau bahkan pemulihan kesehatan holistik, sampai-sampai
dukun dikatakan sebagai orang yang mendapatkan anugerah dari Tuhan Yang Maha
Esa. Menurut Kaptchuk dan Crouncher, 1987 (dalam Potter dan Perry, 2005:463)
menyatakan seorang klien yang memiliki warisan budaya, selalu mengkonsultasikan
kondisinya terlebih dahulu kepada seorang dukun tradisional, daripada pemberi
layanan kesehatan modern. Dari hal tersebut dapat ditinjau bahwa diantara dukun
tradisional dan tenaga kesehatan memiliki perbedaan yang sangat kontras.
Intinya hal tersebut menjadikan dukun tradisional sebagai bagian dari kultur
masyarakat (Potter dan Perry, 2005:461-463).
Aspek budaya tentang kesehatan dan
penyakit, dalam
aspek ini perawat di haruskan menyadari
dan membiasakan diri untuk memahami karakteristik yang dimiliki klien di
berbagai Negara. Orang Amerika-Asia meyakini bahwa penyebab adanya suatu
penyakit karena ketidak seimbangnya yin dan
yang. Maka untuk pencegahannya dengan
mempertahankan kondisi tubuh yang baik, melakukan olahraga yang teratur, minum
beberapa ramuan. Orang Amerika asal kulit hitam atau Afrika, memandang suatu
penyakit terjadi akibat ketidakharmonisan antara manusia dan alam sekitar.
Untuk metode penyembuhannya adalah praktik hal-hal yang berbau mistik. Indian
Amerika, beranggapan bahwa tubuh terdiri dari plus dan minus, jadi kesehatan
merupakan keseimbangan dan keharmonisan antara satu dengan yang lainnya.
Sedangkan penyakit merupakan ketidakseimbangan dari tubuh, jiwa dan pikiran.
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemeliharaan keharmonisan jiwa, pikiran, dan
seluruh tubuh dan lebih berhati-hati dengan faktor yang memungkinkan bisa
merusak keharmonisan. Orang Amerika dari Hispanik, umumnya kesehatan sering
dianggap suatu keberuntungan yang diberikan oleh Tuhan. Orang Amerika-Eropa,
disini kesehatan merupakan suatu kondisi dimana seorang klien dapat melakukan
aktivitas di kehidupannya, sedangkan penyakit merupakan kondisi ketidakmampuan
seorang klien dalam melakukan aktivitas di kesehariannya (Potter dan Perry,
2005:464-469).
Faktor kultural dan proses
keperawatan,
ketika seorang perawat memberikan asuhan keperawatan pada klien, perawat harus
waspada dan sensitif akan budayanya sendiri dan memahami sosio-kultural yang
klien miliki. Pertama perawat perlu mengkaji bagaimana budaya kultur sang
klien. Pengkajian komunitas juga termasuk dimana seorang perawat memberikan
pelayanan kesehatan secara sensitif dan berkompeten tinggi. Selanjutnya adalah
perawat melakukan diagnosa keperawatan, hal ini dilakukan guna mengetahui
penyebab penyakit yang di alami klien. Tahap berikutnya perawat melakukan
perencanaan, tahap ini perawat mempertimbangkan adanya kultural karena ini
bersangkutan dengan klien. Selanjutnya adalah implementasi, perawat mengetahui
perawatan yang sesuai dengan klien. Terakhir adalah evaluasi, perawat melakukan
evaluasi hasil dan asuhan keperawatan yang sudah di terapkan kepada klien, di
sinilah proses evaluasi sangatlah penting guna membantu perawat agar lebih
nyaman dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap klien yang budayanya
berbeda dengan perawat (Potter dan Perry, 2005:469-472).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar